Sabtu, 29 Desember 2012

Tatapan dari Langit

[LIFE]

Ku hadir di dunia tanpa sebab yg ku tau,
ku tapaki hidup dg beban yg ku tak mampu,
tak bisakah ku jalani semua ini
dengan pelan-pelan saja?

Mengapa aku harus bangkit,
setelah terjatuh dari semangat ini,
kemudian kembali melangkah terus berlari?

Menjadi hidup bukan pilihanku,
namun menjadi mati mengapa ku tak mau...

Satu saja yg ku yakini,
ada tujuan yg harus dicapai,
ada maksud yg harus dijalani,
sebagai bukti bakti pada-Nya,
Ia yg selalu menatap dari langit


November 2012
Selamat datang tahun 2013, mimpi diwujudkan dg bergegas


Jumat, 21 Desember 2012

Kasus Anak Curi Sandal (2) - Kembali ke Paradigma

artikel sebelumnya:
http://love-law-life.blogspot.com/2012/12/kasus-anak-curi-sandal-1-wajah-hukum.html

[LAW]

Ini sangat mengusik rasa keadilan masyarakat. Simpati publik pun menyeruak. Berbagai elemen masyarakat didukung oleh sejumlah LSM, beramai-ramai mengadu ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Tidak heran, sebagai bentuk protes, KPAI kemudian membangun ‘posko sandal keadilan’. Di sejumlah daerah mulai didirikan posko pengumpulan sandal jepit, untuk dikumpulkan kemudian akan diberikan pada oknum polisi, Briptu Ahmad Rusdi. Supaya dia tidak perlu beli sandal ‘seumur hidup’.

Penegak hukum selalu tegas terhadap rakyat, bahkan anak kecil. AAL semestinya tak perlu diadili. Paling tidak kepolisian cukup bertindak sebagai mediator. Selanjutnya, mereka bisa mengundang keluarga, korban, saksi, serta pengurus rukun tetangga setempat untuk membereskan kasus kecil ini. Penanganan seperti ini sebetulnya telah diatur dalam Surat Keputusan Bersama pada 2009. SKB ini diteken oleh Mahkamah Agung, Kementerian Hukum, Kejaksaan Agung, Kementerian Sosial, Kepala Kepolisian RI, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Menurut saya, di usia anak-anak, jiwa belum sepenuhnya dapat mengontrol atau mengsinkronisasi antara apa yang dipikirkan dengan apa yang dikehendaki atau apa yang dia perbuat. Sehingga perilakunya belum bisa dipertanggungjawabkan secara utuh di muka hukum. Tempat paling baik untuk anak yang memiliki masalah adalah keluarga. Oleh Karena itu, anak yang terlibat masalah hukum tidak serta merta diajukan ke meja hijau ataupun mungkin sampai dipenjara. Seharusnya kasus tersebut jangan diteruskan. Proses hukum seharusnya dihentikan dan membebaskan anak tersebut dari segala tuntutan hukum. Kalaupun kesalahan anak tersebut memang pantas untuk mendapat hukuman, cara yang paling tepat untuk menghukum tidak dengan cara-cara tangan besi dan kekerasan. Tetapi justru dengan kekuatan cinta dan kasih sayang. Rehabilitasi dari pihak masyarakat juga sangat dibutuhkan.

Lebih khusus lagi saya ingin mengatakan bahwa aparat kepolisian pada kasus ini terlalu bertindak legalistik. Memang kita hanya mengenal satu sistem hukum pidana, jadi semua perkara pidana akan ditangani polisi dan jaksa yang akan bermuara di pengadilan. Berbeda dengan sistem perdata yang mengenal lembaga mediasi maupun arbitrase. Akibatnya, secara yuridis normatif perkara pidana sekecil apapun harus tetap diproses di pengadilan, termasuk pencurian sandal jepit. Berbeda dengan peradilan di Arab. Arab memiliki sistem pidana dengan hukuman qishas dan potong tangan untuk pencuri. Namun mereka juga memiliki lembaga pemaaf. Jadi jangankan mencuri sandal, membunuh pun di sana bisa dimaafkan seperti yang terjadi terhadap Darsem.

Kalau lah boleh saya singgung mengenai karakter bangsa Indonesia yang kita ketahui bahkan oleh masyarakat Internasional, apakah sifat “tenggang rasa”, ke”ramah-tamahan”, hingga rasa “kekeluargaan” yang dimilki oleh bangsa ini telah tergerus dan kelak akan terus terkikis hingga nanti akan hilang sama sekali? Tradisi bangsa yang luhur pada akhirnya ternyata semakin luntur. Tidak bisakah kita menghidupkanya kembali, selayaknya Jepang yang terus mampu mempertahankan “budaya maaf”-nya hingga saat ini? Dengan kata lain, pada kasus AAL ini sangat disayangkan mengapa Briptu Ahmad Rusdi selaku korban tidak mau menyelesaikan permasalahan ini secara bijaksana. -habis-



November 2011

Minggu, 16 Desember 2012

Kasus Anak Curi Sandal (1) - Wajah Hukum Indo

[LAW]

Sungguh gesit penegak hukum menjerat kaum yang lemah. Hanya gara-gara mencuri sepasang sandal seharga Rp 30 ribu, Seorang anak remaja harus diseret ke pengadilan. Hasil sidang memutuskan remaja 15 tahun ini bersalah. Walaupun hakim akhirnya mengembalikan remaja ini kepada orang tuanya, tetap saja tindakan itu melukai perasaan masyarakat. Rasa keadilan masyarakat tercabik lantaran, di sisi lain, penegak hukum seolah tak berdaya menghadapi penjabat atau orang kaya. Kita juga semakin prihatin lantaran penegak hukum seakan cuma berani menangani pencuri sandal, dan bukan maling kakap seperti pencuri anggaran negara.

Inilah potret buram penegakan hukum di Indonesia. Hanya karena sandal, ataupun pada kasus-kasus yang sudah-sudah seperti kakao, semangka, pisang ataupun piring rakyat kecil dengan mudahnya dipidana. Lantas mengapa kasus-kasus besar seperti Century, mafia pajak, dan beberapa kementerian terkesan jalan di tempat? Dari banyaknya aksi demontrasi dari berbagai elemen masyarakat yang mendesak agar proses hukum pada kasus anak mencuri sandal ini dihentikan ataupun pengadilan dapat membebaskan anak tersebut. Hal ini menggambarkan bagaimana masyarakat sama sekali tidak sepaham dengan apa yang telah dilakukan oleh aparat penegak keadilan. Lantas apakah yang seharusnya dilakukan terhadap kasus ini? Secara Paradigmatik tentu tiap-tiap orang memiliki kearifannya masing-masing.

Apakah sudah ingat dengan kejadian pada November 2011 silam tersebut? Saat seorang anak remaja bernama AAL (15 tahun) mencuri sandal seharga Rp 30 ribuan di rumah kos seorang polisi di Palu. Sang polisi pun memproses kasus itu ke ranah hukum. Kejaksaan Negeri Kota Palu merespons kasus ini dengan melimpahkan kasusnya ke pengadilan.

Menahan dan mengadili seorang bocah memang tak dilarang oleh UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Tapi aturan ini seharusnya tidak diterapkan secara membabi-buta. Pengadilan terhadap anak harus dilakukan dengan pertimbangan sangat matang. Itu pun cuma boleh diterapkan pada anak dengan kejahatan berat, seperti pembunuhan. Jaksa dalam dakwaannya menyatakan AAL melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 362 KUHP Pidana tentang pencurian dan diancam 5 tahun penjara.

Hakim Pengadilan Negeri Palu Sulawesi Tengah memutuskan AAL terbukti bersalah mencuri sandal milik seorang anggota polisi. Hakim mengatakan dari fakta persidangan dan keterangan saksi-saksi, AAL secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana melanggar hukum. Namun remaja berumur 15 tahun itu tidak dikenai pidana penjara ataupun kurungan, melainkan dikembalikan ke orang tuanya. Sesuai dengan putusan hakim, AAL memang dikembalikan kepada orang tuanya. Tapi ia telanjur divonis bersalah. Stigma sebagai pencuri adalah beban yang sangat berat bagi AAL.

Di luar daripada itu, terdapat pula beberapa kejanggalan yang muncul dalam persidangan. Salah satunya ialah ternyata jaksa tidak bisa menghadirkan barang bukti. Dalam persidangan, dua orang saksi berusia 16 dan 14 tahun (dengan didampingi oleh kedua orang tua masing-masing), menyatakan bahwa sandal milik polisi selaku korban yang hilang adalah “Eiger”, tapi barang bukti yang dibawa ke persidangan adalah sandal merek “Ando”. Hakim pun menyatakan barang bukti berupa sandal bukan milik korban. Barang bukti berupa sandal yang diajukan ke pengadilan dianggap bukan barang yang dicuri.

Alat bukti yang tidak jelas pemiliknya menjadi hal yang seharusnya dipertimbangkan dalam proses pengadilan. Ini berarti bahwa saksi pelapor (oknum polisi) statusnya gugur sebagai pelapor yang dirugikan. Kalau fakta seperti barang bukti bukan milik korban maka akan membingungkan kemana arah putusan. Namun pada akhirnya hakim mengatakan bahwa fakta sandal tersebut bukan milik anggota polisi, tidak mengesampingkan tindak pidana pencurian yang dilakukan AAL. Ini tentu aneh. Ini juga bisa menjadi preseden buruk, bahwa suatu saat orang bisa menuduh orang lain mencuri atas barang yang bukan miliknya. -berlanjut-

artikel selanjutnya:
http://love-law-life.blogspot.com/2012/12/kasus-anak-curi-sandal-2-kembali-ke.html

Jumat, 07 Desember 2012

Pilihan Kehidupan

[LIFE]

Mungkin aku hanyalah pohon cabai
yg tingginya tiada semampai
namun menghasilkan sesuatu yg bermutu
mungkin hingga nanti anak-cucu
jadi tak perlulah aku menjadi cemara
yg menjulang namun tiada buahnya

Mungkin aku cumalah dua roda
yg berada tertindas di bawah sana
namun dapat menjalankan sepeda pergi kemanapun
membawa penggunanya berolahraga di pagi yg berembun
jadi tak haruslah aku menjadi mobil mewah
yg indah namun membuat kemacetan semakin parah

maka dunia berhentilah
berhentilah menuntut segalanya
segalanya tentang aku
aku telah menentukan pilihan
pilihan atas keputusan
keputusan akan peran kehidupan
kehidupan ku sendiri

karena tak selamanya terdapat keindahan
berasal dari coretan tinta di kanvas termahal
karena tak dapat dipastikan kebahagiaan
dirasa oleh mereka yg memiliki jabatan tinggi atau dangkal
karena tidak semua kenikmatan pada makanan
terolah dari bahan pilihan yg halal


Desember 2012 
- terinspirasi dari puisi Taufiq Ismail "Kerendahan Hati"

Jumat, 30 November 2012

"Waduh"

Baru-baru ini, saya dari Kota Balikpapan untuk memenuhi suatu panggilan tes kerja. Dua hari saja, namun memberi kesan yg menarik perhatian saya bahwa ternyata Kota Balikpapan begitu indahnya. Perpaduan antara kota metropolitan, hamparan pantai sepanjang jalur selatan, ruang kota untuk bersantai seperti taman dan lapangan yg amat banyak, juga kebersihan kota yg sangat nyata, membuat saya merasa akan betah bila harus berlama-lama di kota ini. Lebih lanjut dalam artikel ini bukanlah menceritakan tentang Kota Balikpapan, ini hanyalah prolog, hehe.

Akhirnya saya memutuskan kembali ke kampung saya Kota Bontang karena hasil tes memerlukan untuk ditunggu dalam beberapa waktu. Melalui bantuan teman saya, saya pun mendapati kontak dengan seorang supir yg dengan mobil travelnya akan membawa saya pulang ke Bontang. Supir ini memiliki tampang sangar namun begitu bersahabat. Sesekali ia curhat mengenai masalah hidupnya. Dalam suatu topik ia mengatakan, "Ya hanya beginilah yg bisa saya kerjakan. Ya mau bagimana, ga punya ijazah ya susah gini cari kerja. Ijazah SD aja saya ga punya mas..." Hmm, hati saya terketuk, rasa syukur mengalir dalam lisan batin bahwa saya telah diberi kesempatan oleh Allah untuk dapat belajar hingga pucuk pendidikan yg tinggi. Namun dengan situasi dan kondisi yg sedang saya alami, status sebagai seorang jobseeker membuat saya secara spontan menjawab penyataan supir tersebut, "Jangankan ga punya ijazah, yg punya ijazah aja susah dapet kerja Pak..." Supir tadi pun sependapat juga dengan pernyataan saya itu, kemudian ia lanjut lagi bercerita mengenai hal lainnya.

Sampai pada satu tema yg membawa lari rasa ngantuk saya, dia mengatakan bahwa dalam satu hari itu telah ada 2 travel (kedua supir adalah temannya) yg kecelakaan. "Waduh", saya bilang. "Apa karena ini malam jumat ya", celetuk supir itu. Bombastisnya lagi saya duduk di kursi terdepan yg dapat melihat langsung gesitnya liuk-liuk gerakan mobil, lengkap sudah rasa cemas melanda. Saya putuskan sebisa mungkin terjaga untuk memastikan bahwa perjalanan saya akan aman-aman saja.

Dalam usaha saya menjaga kondisi agar tak tertidur, secara tidak langsung saya melihat sesuatu yg terjadi secara berulang-ulang. Tanpa sadar saya seperti sedang melakukan observasi ato penelitian tentang: 'Upaya Supir Travel Agar Tidak Mengantuk'

Hal-hal yg terjadi yg menjadi faktor tidak ngantuknya supir travel ialah:
1. Supir travel selalu men-setting dering HP nya pada nada yg keras, sehingga bila ada telepon ato sms yg masuk dapat meriuhkan suasana.
2. Masuk tidaknya telepon atau sms bukanlah sesuatu yg diharapkan ada, melainkan memang selalu ada secara berkala. Hal ini disebabkan karena sesama supir travel memang secara sengaja akan saling telpon-telponan. Mungkin inilah yg disebut sebagai suatu kerjasama tim. Dengan saling menelepon dan membahas mengenai topik apa saja akan membuat supir tidak mengantuk. Jadi supir akan segera menelepon temannya bila tiba-tiba dia menemui rasa kantuk menghampiri.
3. Pada perjalanan malam hari, memainkan lampu utama mobil adalah hiburan tersendiri bagi supir travel. 'Cetak cetek cetak cetek', suara pergantian lampu dekat lampu jauh adalah hal pasti yg selalu bersenandung sepanjang perjalanan. Apalagi bila terdapat tanda-tanda di batas-batas pinggir jalan, biasanya kayu-kayu berjejer dengan sedikit cat warna kuning di atasnya yg akan terlihat menyala bila terkena sorot lampu. Dengan 'cetek cetek' maka tanda-tanda batas jalan tersebut akan tampak seperti berkelap-kelip.
4. Masih berkaitan dengan lampu. Bila ada mobil di depan yg berjalan menuju arah berlawanan, saat menjelang papasan si supir akan memainkan lampu 'cetak cetek'. Bila mobil di depan tersebut membalas dengan 'cetak cetek' juga, maka supir dengan segera akan memencet klakson 'tiiin', dan mobil tersebut juga pasti akan membalasnya 'tiiiiin'. Ternyata itu adalah kode yg akan menujukkan apakah supir di seberang adalah kawan ato bukan, dan tentunya ini mungkin bagian dari cara yg disepakati oleh supir-supir untuk saling membantu agar tidak mengantuk.
5. Bila rasa kantuk sudah benar-benar tak tertahankan, supir pasti akan berhenti di warung terdekat yg ada dipinggir jalan. Sekedar untuk mendapati teman ngobrol sebentar, atau cuci muka, pun atau minum kopi, dll. Pada saat perjalanan saya, pada salah satu perhentian, saya juga ikut turun bersama si supir untuk makan satu mangkuk mie rebus telur. Ada satu statement dari supir mobil saya kepada teman supirnya yg kebetulan juga sedang berhenti di warung yg sama, ia mengatakan, "Kalau ngantuk, jangan kerja". Mungkin pesan ini terasa penting untuk supir tersebut katakan mengingat telah ada 2 travel yg kecelakan pada hari itu.
6. Cara lainnya yg mungkin merupakan bagian dari upaya agar tidak mengantuk, ialah pemilihan musik yg diputar di dalam mobil adalah lagu bertipe rock, ngebit, atopun dangdut koprol. Jarang si supir nyetel lagu pop melayu, yg sendu-sendu, melow-melow, ato bahkan hanya musik instumen. Tentu kalian paham mengapa demikian.

Itulah hal-hal yg saya dapati dalam satu malam perjalan saya dari Balikpapan ke Bontang. Saat saya hampir saja terlelap, saat itu pula si supir bercerita lagi bahwa ia mendapat kabar bahwa ada 1 lagi travel yg kecelakaan baru-baru saja. "Waduh", kata ini lagi yg saya katakan. Terenggut lagi rasa ngantuk saya dan dengan kekuatan yg tersisa saya mencoba untuk tetap 'ON' sampai mobil yg saya tumpangi ini benar-benar telah sampai di depan rumah saya. Walhasil, sampailah saya di rumah dengan selamat. Dengan nada pelan si supir mengatakan, "150 ribu hehe, karena penumpangnya dikit". "Ohya tak apa Pak", jawaban saya karena memang benar penumpangnya sedang sedikit. Bila mobil penuh biaya travel biasanya hanyalah 125 ribu rupiah. Masuklah saya ke rumah dengan memanjat pagar karena pagarnya sudah dikunci, lalu membuka pintu rumah dengan cara alternatif yg 'hanya diketahui keluarga', cuci muka dan lalu tidur... Sekian cerita saya, terima kasih ya sudah menemani membacanya, hehe, daaa... :)

Desember 2012

Sabtu, 24 November 2012

Masa Depan Itu...

[LIFE]

Hati dan raga ini selalu kan bersimpuh
pada meja belajar cokelat kayu
merapikan bebukuan yg tak tuntas terbaca
mencoba menjadi sesiap mungkin
karena ku duga masa depan itu...
tak selalu semestinya

Menerka jalan hidupku yg remang
memanjakan khayalku sampai jauh
hanya saja tak cukup waktu
bagi sesuatu yg perlu dikhawatirkan
dahulu bagiku masa depan itu...
hari ini

Lembut hati karena cinta ibunda
bersatu ketegasan warisan ayahanda
mereka yg mengajariku
tentang aturan main dalam hidup
tanpa pernah aku tau nada doa sembunyinya
cita-cita yg terpatri dalam harapan mereka
memperjelas bahwa masa depan itu...
aku




Februari 2012

Rabu, 14 November 2012

Bersyukurlah

[LIFE]

Berliku jalan hidupku dan tentunya semua orang. Berbeda peran namun tetap satu tujuan: kebahagiaan. Banyak orang berpikir bahwa frasa "bahagia" adalah sesuatu yg bersifat relatif. Kalo memang orang-orang mengartikan "bahagia" secara berbeda, buat apa sampai ada yg berani menentukan definisinya pada Kamus Bahasa Indonesia? Secara logika arti "bahagia" itu simple aja, maka dari itu saya malas mengeceknya lalu menuliskannya disini. Saya hanya yakin saja pasti itu ada di kamus.


Dari gambar ini seharusnya kita sudah bisa mengerti. Jika masih ada yg bersikeras bahwa bahagia itu sesuatu yg tak bisa ditakarkan, maka gambar ini akan memberikan takarannya, sudah atau belum kah kita bahagia?

Tanpa kacamata, penglihatanku kabur saat melihat bintang. Namun bersyukur adalah keharusan bagiku, tidak bernilai pahala. Dibandingkan dengan rasa syukur yg masih mengalir bagi mereka yg tlah kerut kotak air matanya. Penglihatan yg harus mereka lihat setiap hari: kotor dan kemiskinan. Rasa syukur merekalah yg layak.

Maka? Bersyukurlah...

Tindakan yg mengiringi rasa syukur itu baru terserah Anda. Itu baru yg relatif. Paling tidak membantu mereka adalah suatu keharusan. Tindakan yg seharusnya tidak perlu bernilai pahala.

Ikhlas?

November 2012
-Selamat Tahun Baru 1434 H-

Kamis, 08 November 2012

Ringan Rintik Hujan

[LOVE]

Perjalanan waktu ternoda rindu
kau lihat suatu tulisan indah
alur katanya tak sepanjang cerita
ataupun tertata selayak puisi
ini semua hanyalah tentang cinta

Saat cinta tak bermain di atas hatimu
kau pun merasa kesepian, merasa sendiri
seperti bulan di mendungnya malam
terdengar merdu suara burung hantu
dan matahari itu masih menyembunyikan kesahajaannya

Akulah kepingan bintang yang kau cari
sinar yang siap menghiasimu
di malam-malam sepi
bukan maksudku menuntun langkahmu
bukan maksudku memberi kesan cinta
aku hanya mencoba memungut bunga
jauh di dasar angkasa

Di ujung taman bidadariku terdiam
ku temukan ia sedang termenung cantik
kemudian ku raih sepucuk bunga
lalu ku berikan padanya
dan hujan tlah mengantarkan ku berpisah dengannya
ku harap ia akan kembali
disaat mulai ringan rintik hujan itu
disaat pelangi melingkar memenuhi langit
karena kini ku tlah sadari
bahwa kaulah bidadariku itu

Tetap tersenyumlah
bersama dengan cerah hari ini

Maret 2011

SH Cemas Suasana Hatinya

[LAW]

Siang ini, sang SH sedang iseng membaca buku-buku lamanya. Tak ada yg ingin didapatinya, ia hanya ingin skedar menganggur secara berkualitas. Sang SH tak habis pikir, mengapa ada saja orang-orang yg gemar menuliskan pikirannya ke dalam sebuah buku. Buku yg habis ia baca dalam sejam saja mungkin telah menghabiskan waktu berbulan-bulan bagi penulisnya untuk melakukan beberapa penelitian. Yah, hampir sama dengan sifat makanan, masaknya sejam makannya semenit, cappe deh ckck...

Beberapa kosakata baru pun sang SH dapati selama membaca. Segala sesuatunya rinci ia temukan uraiannya pada Kamus Kecil Bahasa Indonesia miliknya. Invoice, eselon, obligasi, audit, holding, performance bond? Ternyata masi ada saja kosakata yg tak pernah ia dengar walaupun telah dicekok pelajaran "Bahasa Indonesia" selama 9 tahun wajib belajar. Bahkan jarinya sedikit kaku dan kelu bila harus menuliskan kembali tulisan tegak bersambung. Gak nyangka dulu ia pernah belajar sesuatu yg ternyata tidak dipergunakan di masa depannya seperti saat ini, ckck...

Suara berisik sedikit mengusik, beberapa kawan sibuk bermain uno di sampingnya. Permainan kartu yg mungkin suatu saat bisa masuk sebagai salah satu cabang olahraga di PON. Sang SH tak turut berbaur karena ia bukanlah atlit uno. Beberapa kawan lainnya malah sepi sendiri, terhanyut oleh drama korea pada laptopnya. Memandangi artis-artis korea yg begitu mulus wajahnya akan membuat sang SH teringat pada mulus ban motornya yg tak pernah ia service sejak 3 bulan lamanya. Makanya ia lebih memilih untuk membaca buku saja, buku dengan judul "Rakyat=Partai(kah?)". Judul yg aneh ya, ckck...

Sang SH berhenti di pertengahan buku. Sejenak ia mengambil stabilo kuning, lalu menintakannya pada salah satu bait bacaan. "Bila Anda pemimpin dari partai, maka kebaikan Anda hanya akan dilihat oleh partai Anda. Lebih baik menjadi Mario Teguh, yg setiap omongannya dapat diterima oleh seluruh orang, dibanding menjadi bagian dari partai yg omongannya hanya dapat diterima oleh bagian dari partainya saja. Itulah yg terjadi bila persaingan antar partai tidak segera dibenahi oleh bangsa ini. Boleh saja ada 20 partai di indonesia ini. Namun ingatlah, bahwa indonesia ini 1, bukan 20. Omongan Anda perlu diterima oleh 20, bukan 1/20. Maka berpikir dan bertindaklah dahulu agar 20 itu menjadi 1, bukan 1/20 terus seperti itu". Kalimat inilah yg diwarnai tebal oleh sang SH. Kalimat inilah yg membuatnya terus mengangguk-angguk sambil berkata "oo benar juga ya, ckck..."

Satu persatu pemimpin maju-mundur mencoba membenahi negara ini. Mereka maju namun ternyata malah memundurkan bangsa ini. Ditambah lagi mereka tak mau mundur bahkan ingin lagi maju di pemilihan pemimpin berikutnya. Kayak ibu-ibu yg hobi belanja aja, sekali masuk kagak kunjung keluar-keluar. Mereka kira negara ini supermarket kali ya. Jual beli hukum dimana-mana. Sewa-menyewa keadilan disana-sini. Tukar-pinjam kekuasaan di kanan-kiri. Hoy penguasa, kalian telah mendzalimi manusia dari sabang sampai merauke, dari keturunan ternate juga tidore, dari pengemis kere hingga para penjual tahu-tempe. Tolong dong berhenti korupsi. Gara-gara Om jin di iklan rokok itu sih. Bukannya membasmi korupsi, malah berkas-berkasnya yg dihilangi, jadi makin sulit deh pembuktian di persidangannya. Makanya ga heran kasus-kasus korupsi selalu sulit penuntasannya. Gayus dkk keliatan banget nih girangnya, haduh-haduh ckck...

Apa yg terjadi dengan negaraku? Mungkin itulah inti kecemasan sang SH selama ini. indonesia telah tertangkap basah sedang berusaha memperlebar kesenjangan sosialnya. Miskin makin miskin, kaya makin kaya. Yang miskin menasehati anak-anaknya bahwa memiliki banyak uang adalah sumber kejahatan. Yang kaya menasehati anak-anaknya bahwa tidak memiliki banyak uang adalah sumber kejahatan. Dengan demikian tenyata penuh sesaklah Indonesia dengan kejahatan. Menyikapi hal ini sang SH justru tertawa kecil saja. Naluri mahasiswanya masi terasa. Secara kasat memang yg bergelar mahasiswa itu tampak mempunyai naluri seorang pahlawan. Segala sesuatunya terdengar benar bila mahasiswa yg mencoba berkomentar dan menangani. Permasalahannya ialah bagaimana agar naluri kepahlawanan itu tetap ada setelah nanti menjadi penguasa negara??

September 2012

Sabtu, 03 November 2012

Tuhan, Bersamaku lah Selalu

[LIFE]


Umurku bertambah
hariku memulai bujukannya
memberikan sodoran-sodoran
membiasakan hadapan-hadapan
membuat pertemuan-pertemuan
yang menantang bukti dewasaku

Aku pun mengambil bagian waktu
menyimpan jejak lusuh masa laluku
yang belum mampu tunjukkan bakti nyata
dalam tempo waktu sesingkat-singkatnya
karena ku tak pernah punya daya
tuk menjaga semangat yang beruntun

Ya Tuhanku ALLAH
Engkau pantas memanggilku dengan kasar
sekasar hatiku terbungkus pembuluh lembut
berikanlah petunjuk lebih detail lagi
petunjuk jalan bermuara tanah di surga
dan dalam doa ku membisik:
"Tak pernah pantas aku di sisi-Mu
namun bila Engkau perkenankan
tajamkan hatiku tuk menerima ingatan-ingatan-Mu
di sepanjang sisa amanah umurku
dan bersamaku lah selalu
sampai barzah sedia menampungku"

November 2011

Minggu, 28 Oktober 2012

SH Bukan Super Hero

[LAW]

Seorang mahasiswa, baru saja menyelesaikan studi perguruan tingginya. Dengan sah kini ia menyandang gelar sederhana sebagai seorang Sarjana Hukum (SH). 23 tahun usianya, 15 tahun ia habiskan untuk sekolah, 5 tahun untuk kuliah, berarti kurang lebih 3 tahun sisa ia menganggur selama hidupnya. Yang sama-sama dapat kita ketahui, tentu sang SH akan berharap semoga 3 tahun itu tidak bertambah setelah ia berstatus SH tersebut. Namun dalam masa peralihan ini mau tak mau ia sandang dulu gelar pengangguran itu. Dengan tidak mengubah sama sekali pola hidupnya, ia selalu saja tidur malam lebih cepat agar keesokan harinya ia dapat menganggur tepat waktu.

Beberapa hari setelah wisuda, ia menjalani sisa-sisa harinya di tanah rantauan dengan tiada sibuk seperti biasanya. Pada hari itu, ia menunda mandi paginya dan akan melakukannya di akhir-akhir waktu dhuha. Siang pukul 12:04, bergegaslah ia pergi sholat jum'at di masjid rakyat terdekat langganannya. Datang di pertengahan adzan mengisi shaff tengah, menghormati sepuh untuk mengisi garis-garis terdepan. 'Panitera' telah mempersiapkan segala sesuatunya, kini saatnya 'Majelis Hakim' memulai acaranya. Terasa hikmat sekali 'sidang' jumat saat itu.

Mengawali 2 rakaat shalat ia bawa dg khusyuk. Namun tidak lagi kala ia menatap pakaian jama'ah di depannya, "Muslim Negarawan". Seketika itu ia berpikir bagaimana agar ia terus mampu konsisten mempertahankan idealismenya. Menjadi pioneer perubahan pada setiap permasalahan umat dan bangsa. Sebagai seorang SH ia harus mampu menjadi problem solver yang ahli dan dapat selalu memberikan kemanfaatan seluas-luasnya. Tanpa terasa sholat pun selesai, selesai pula segenap pikiran dan rencananya. Memang, beberapa kali pakaian bertulis di punggung memancing lamunannya.

Pulanglah ia berjalan kaki dengan ritme pelan sambil mengucapkan "La ilaha illallah" tiap 4 langkahnya. Tiba-tiba ia terhenti pada satu rumah sederhana khas jawa, mendengar perbincangan pria dengan seorang janda renta (baca: nenek).
Pria: "Nah, nenek sering ga makan kan? Butuh duit kan? Sama saya juga..."
Nenek: "Yaudah kalau begitu apa yang mesti nenek lakukan?"
Pria: "Begini, nenek pergi ke perkebunan singkong di desa seberang, tiap subuh nenek ambil singkongnya buat makan kita nek."
Nenek: "Wah nenek takut di sidang kalau ketauan mencuri."
Pria: "Yaelah nek, kalau pun digugat ke persidangan, nenek nanti bakal diperingan sama hakim, masyarakat juga jadi iba ke nenek."
Nenek: "Tapi ntar keenakan yang ngelapor nenek ke pengadilan, dia bakal dapat lebih banyak singkong dari 'Gerakan 1000 singkong untuk keadilan'. Nenek emooh ah."

Sang SH pun termenung, sambil kembali mengayuh langkah-langkahnya. Sebenarnya akan seperti apa paradigma hukum kedepannya. Bukannya nenek tersebut hanya ingin hidup, sehingga ia hanya perlu melakukan suatu cara untuk tetap bertahan hidup? Apakah cara yang disarankan oleh pria tersebut salah? Bukankah setiap insan diwajibkan untuk mempertahankan hidup? Bukankah alasan bunuh diri itu dilarang karena setiap orang tidak boleh mematikan kehidupannya? Siapa yang bertanggung jawab atas kenyataan ini?

Sesampainya di rumah sang SH terus termenung. Sambil terus berpikir ia menyetel musik. **Aku memang orang luar biasa**Yang tlah sempurna**Gak punya salah**Namun di hatiku ada banyak**Cinta untukmu**Biasa sajaaa** Pada akhirnya ia memutuskan untuk membeli buku untuk menambah wawasannya mengenai topik masalah ini.

Pergilah sang SH mencari toko buku. Ia sempat bingung untuk memilih toko buku mana yang akan ia kunjungi, antara toko buku Grameaku, Gramekamu, atau Gramedia. Akhirnya ia memilih Gramedia sebagai labuhannya. Dengan cepat matanya tertuju pada suatu judul buku: "Salah Dihujat, Benar Dikata Pencitraan (Nasib Pemimpin Indonesia Kini)". Sejenak ia melihat isi dompetnya:
-I Gusti Ngurah Rai untuk beli buku
-Sultan Mahmudi Badaruddin II untuk beli bensin
-Tuanku Imam Bondjol untuk makan
-Pangeran Antasari untuk  bayar parkir
-Kapitan Pattimura lumayanlah untuk sedekah
Akhirnya dibelilah buku itu lalu sang SH pulang ke rumah. Bergegaslah ia membaca buku itu. Seketika ia mulai larut dalam bacaan.

Selama 15 th sang SH menempuh studi dari playgroup-TK-S3 (SD, SMP, SMA), tidak pernah sekalipun menjadi ketua kelas ataupun wakil ketua kelas. Sebagai seorang siswa yang biasa saja, tentu saja ia lebih menghormati ketua kelas dibanding wakil ketua kelasnya. Namun kini setelah lulus S1, mendadak ia punya pertanyaan: rakyat dan wakil rakyat, siapa yang seharusnya lebih dihormati?

Mungkin negara ini penuh sesak dengan cinta. Karena cinta kotoran ayam serasa cokelat, kotoran musang pun serasa sedap, terbukti dengan mahsyurnya kopi luak. Dan cinta memanglah buta, sangat buta. Pokoknya cinta semuanya jadi nikmat. Makanan pokoknya nasi aking pun mau ndak mau mesti dirasa nikmat. Rakyat yang selalu mengais nasi-nasi sisa itu, mengeringkannya lalu memberinya kunyit agar mengurangi rasa asam dari jamur yang menempel. Seperti inikah nasib bangsa kini? Rakyat memakan sampah nasi, sementara nasi terbaik dinikmati oleh wakilnya. Jujur sang SH kesal dengan cinta yang ada di negara ini, sangat kesal.

Setelah membaca buku tersebut sang SH pun sampai pada satu kesimpulan. Bahwa selama ini hukum memang bagai pisau, tajam ke bawah (orang tak berada) namun tumpul ke atas (orang berada). Maka tetaplah hukum seperti pisau itu, tinggal bagaimana kita mengarahkan tajamnya. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas, dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya, maka kehancuran bangsa ini akibat dari ketiadaan Tuhan di hati para pemimpinnya. Maka jagalah iman sebelum menjaga negara ini. Sang SH pun sangat berharap lebih pada takdirnya, namun bila Tuhan mencatatkan lain, maka ia akan tetap melakukan apapun demi bangkitnya bangsa ini. Pada hakikatnya, SH ditakdirkan untuk mengurusi hal-hal besar. Namun jangan pernah menganggap bahwa SH akan selalu menang di akhir perjuangan, karena SH bukan Super Hero.

Juli 2012